PERTUMBUHAN EKONOMI MEMICU PENGRUSAKAN KREATIF
Bisnis
Saya sempat pernah membaca buku
di perpustakaan kampus, di dalam buku itu saya menemukan artikel yang sedikit
membahas secara garis besar buku karangan Joseph Schumpter pada tahun 1942 yang
berjudul “ Capitalism, Socialism, and Democracy ” yang menyatakan bahwa
kemajuan ekonomi berasal dari proses ‘ pengrusakan kreatif ’. Menurut
Schumpter, faktor pendorong di belakang kemajuan tersebut adalah pengusaha yang
memiliki ide baru, cara baru untuk membuat produk lama, atau berbagai inovasi
lainnya. Ketika perusahaan milik pengusaha yang kreatif tersebut masuk ke dalam
pasar, maka perusahan memiliki potensi kekuatan monopoli atas inovasi yang
ditemukannya, dengan kata lain bahwa tidak salah lagi, kemungkinan akan adanya
keuntungan monopolilah yang memberikan motivasi bagi pengusaha.
Seperti halnya yang terjadi pada
kasus antara Apple dengan Samsung beberapa waktu lalu yang menggugat Samsung
atas tuduhan menjiplak paten Apple pada produk keluaran Samsung di pasaran.
Meskipun pada kasus ini Samsung bukanlah perusahaan lokal Amerika Serikat dalam
perang dan gugatan ini, tapi kejadian ini tidak hanya terjadi di Amerika
Serikat saja tapi juga di negara-negara lain bahkan sampai di Inggris dan
Jepang yang mana masing-masing dari mereka bisa memberikan kontribusi bagi
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Masuknya perusahaan baru akan memberikan
dampak baik bagi konsumen karena mereka memiliki pilihan yang lebih banyak,
namun dampaknya sangat buruk bagi perusahaan lama untuk berkompetisi dengan
pendatang baru. Jika produk tersebut jauh lebih baik daripada produk lama, pemain
lama mungkin akan keluar dari bisnis. Sepanjang waktu, proses tersebut akan
terus berlangsung. Perusahaan milik pengusaha penemu inovasi menjadi pemain
lama, menikmati keuntungan besar sampai produknya digantikan dengan pengusaha
lain yang menemukan inovasi lebih baru lagi.
Ada sejarah lain yang menyebutkan
bahwa ada pemenang dan pecundang dalam kemajuan teknologi. Sebagai contoh, pada
abad 19 di Inggris, penemuan penting adalah ditemukan dan diproduksinya mesin
yang mampu menghasilakan tekstil dengan hanya menggunakan tenaga kerja tanpa
keahlian dan beriaya rendah. Kemajuan teknologi ini baik bagi konsuman karena
tentunya mereka bisa membeli pakaian dengan harga yang lebih murah dari sebelum
ditemukannya mesin tekstil tersebut.
Tapi perajut yang memiliki keahlian di Inggris melihat teknologi baru ini
sebagai ancaman bagi pekerjaan mereka, dan mereka merespon dengan
mengorganisisr pemberontakan besar-besaran. Pekerja yang marah, yang disebut
Luddites, menghancurkan mesin tenun yang digunakan di tempat pemintalan kapas
dan wol dan membakar rumah pemi liknya. Saat ini, sebutan Luddites diberikan
bagi pihak-pihak yang menentang kemajuan teknologi.
Contoh yang terjadi di Indonesia
adalah pada toko retail Alfamart, Indomaret, Superindo, Giant, dan Hypermarket
yang menjamur di kota kota besar di Indonesia. Meskipun toko retail lebih
terlihat seperti aktivitas yang cenderung statis, pada kenyataannya sektor
tersebut telah mengalami kemajuan teknologi yang cukup tinggi dalam beberapa
tahun terakhir ini, semenjak perekonomian Indonesia tumbuh dan konsumsi
masyarakat meningkat. Alfamart, Indomaret, dan Hypermarket telah menemukan
penyediaan barang untuk konsumen dengan harga murah dibandingkan toko-toko
sembako tradisional ataupun warung-warung milik perorangan, yang diantaranya
melalui pengendalian-persediaan, pemasaran, dan teknik manajemen personalia
yang jauh lebih baik. Perubahan ini menguntungkan konsumen, yang dapat membeli
barang dengan harga lebih murah, dan pemegang saham dari toko retail modern
tersebut dari keuntungannya. Namun toko retail modern seperti Alfamart, Indomaret,
Superindo, Carefour, dsb berdampak negatif bagi toko-toko sembako tradisional
ataupun warung-warung kecil milik perorangan, terutama jika mereka harus
berkompetisi dengan toko-toko retail modern yang dibuka dekat dengan toko dan
warung mereka.
Menyadari kemungkinan menjadi
korban demo atau bahakan pengrusakan oleh Luddities ( pemilik warung dan toko
kecil ) toko retail modern biasanya akan mencari proses politik untuk
menghentikan masuknya kompetitor baru yang lebih efisien. Kejadian baru-baru
ini yang terjadi adalah kasus ijin yang mengganjal usaha Seven Eleven di
Indonesia. Sementara para Luddities biasanya meminta kepala daerah atau melalui
kampanye calon pemimpin daerah jika terpilih agar melindungi kelangsungan usaha
mereka, atau bahkan tidak sedikit dari mereka berusaha menggunakan peraturan
penggunaan tanah daerah serta jam operasional untuk menghalangi toko-toko
retail modern memasuki wilayah mereka. Namun hal ini sebenarnya sangat
disayangkan menurut saya, meskipun itu terasa berpihak pada ‘kapitalis’ atau
pemilik modal besar. Justru hal ini akan memperlambat tahapan kemajuan
teknologi dalam bisnis ritel, teknologi akan semakin mahal karena akan sangat
ekslusif, hal ini dikarenakan hanya toko ritel besar yang memiliki modal
terbesarlah yang mampu membeli dan mengaplikasikan teknologi baru ke dalam
bisnisnya. Pada akhirnya bukan kemerataan transfer penggunaan teknologi yang akan didapat tapi jurang
ketimpangan dan kesenjangan yang semakin jauh tanpa akhir akibat dari perilaku kurang kreatif dan suka menyalahkan pesaing dari para pemilik toko dan warung kecil.
Seperti peristiwa di Eropa, di
mana pembatasan masuk untuk mendirikan usaha ritel diterapkan lebih tegas daripada
di Amerika Serikat, perekonomian Eropa tidak mengalami munculnya raksasa retail
seperti Wal-Mart, hasilnya pertumbuhan produktivitas di sektor retail jauh
lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat. Akankah di Indonesia harus
mengalami perlambatan produktivitas sektor retail seperti di Eropa di saat geliat
pertumbuhan ekonomi dan konsumsi yang semakin meningkat di dalam masyarakat?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar