Selasa, 13 November 2012


PERTUMBUHAN EKONOMI MEMICU PENGRUSAKAN KREATIF

Bisnis

Saya sempat pernah membaca buku di perpustakaan kampus, di dalam buku itu saya menemukan artikel yang sedikit membahas secara garis besar buku karangan Joseph Schumpter pada tahun 1942 yang berjudul “ Capitalism, Socialism, and Democracy ” yang menyatakan bahwa kemajuan ekonomi berasal dari proses ‘ pengrusakan kreatif ’. Menurut Schumpter, faktor pendorong di belakang kemajuan tersebut adalah pengusaha yang memiliki ide baru, cara baru untuk membuat produk lama, atau berbagai inovasi lainnya. Ketika perusahaan milik pengusaha yang kreatif tersebut masuk ke dalam pasar, maka perusahan memiliki potensi kekuatan monopoli atas inovasi yang ditemukannya, dengan kata lain bahwa tidak salah lagi, kemungkinan akan adanya keuntungan monopolilah yang memberikan motivasi bagi pengusaha.

Seperti halnya yang terjadi pada kasus antara Apple dengan Samsung beberapa waktu lalu yang menggugat Samsung atas tuduhan menjiplak paten Apple pada produk keluaran Samsung di pasaran. Meskipun pada kasus ini Samsung bukanlah perusahaan lokal Amerika Serikat dalam perang dan gugatan ini, tapi kejadian ini tidak hanya terjadi di Amerika Serikat saja tapi juga di negara-negara lain bahkan sampai di Inggris dan Jepang yang mana masing-masing dari mereka bisa memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Masuknya perusahaan baru akan memberikan dampak baik bagi konsumen karena mereka memiliki pilihan yang lebih banyak, namun dampaknya sangat buruk bagi perusahaan lama untuk berkompetisi dengan pendatang baru. Jika produk tersebut jauh lebih baik daripada produk lama, pemain lama mungkin akan keluar dari bisnis. Sepanjang waktu, proses tersebut akan terus berlangsung. Perusahaan milik pengusaha penemu inovasi menjadi pemain lama, menikmati keuntungan besar sampai produknya digantikan dengan pengusaha lain yang menemukan inovasi lebih baru lagi.

Ada sejarah lain yang menyebutkan bahwa ada pemenang dan pecundang dalam kemajuan teknologi. Sebagai contoh, pada abad 19 di Inggris, penemuan penting adalah ditemukan dan diproduksinya mesin yang mampu menghasilakan tekstil dengan hanya menggunakan tenaga kerja tanpa keahlian dan beriaya rendah. Kemajuan teknologi ini baik bagi konsuman karena tentunya mereka bisa membeli pakaian dengan harga yang lebih murah dari sebelum ditemukannya  mesin tekstil tersebut. Tapi perajut yang memiliki keahlian di Inggris melihat teknologi baru ini sebagai ancaman bagi pekerjaan mereka, dan mereka merespon dengan mengorganisisr pemberontakan besar-besaran. Pekerja yang marah, yang disebut Luddites, menghancurkan mesin tenun yang digunakan di tempat pemintalan kapas dan wol dan membakar rumah pemi liknya. Saat ini, sebutan Luddites diberikan bagi pihak-pihak yang menentang kemajuan teknologi.

Contoh yang terjadi di Indonesia adalah pada toko retail Alfamart, Indomaret, Superindo, Giant, dan Hypermarket yang menjamur di kota kota besar di Indonesia. Meskipun toko retail lebih terlihat seperti aktivitas yang cenderung statis, pada kenyataannya sektor tersebut telah mengalami kemajuan teknologi yang cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir ini, semenjak perekonomian Indonesia tumbuh dan konsumsi masyarakat meningkat. Alfamart, Indomaret, dan Hypermarket telah menemukan penyediaan barang untuk konsumen dengan harga murah dibandingkan toko-toko sembako tradisional ataupun warung-warung milik perorangan, yang diantaranya melalui pengendalian-persediaan, pemasaran, dan teknik manajemen personalia yang jauh lebih baik. Perubahan ini menguntungkan konsumen, yang dapat membeli barang dengan harga lebih murah, dan pemegang saham dari toko retail modern tersebut dari keuntungannya. Namun toko retail modern seperti Alfamart, Indomaret, Superindo, Carefour, dsb berdampak negatif bagi toko-toko sembako tradisional ataupun warung-warung kecil milik perorangan, terutama jika mereka harus berkompetisi dengan toko-toko retail modern yang dibuka dekat dengan toko dan warung mereka.

Menyadari kemungkinan menjadi korban demo atau bahakan pengrusakan oleh Luddities ( pemilik warung dan toko kecil ) toko retail modern biasanya akan mencari proses politik untuk menghentikan masuknya kompetitor baru yang lebih efisien. Kejadian baru-baru ini yang terjadi adalah kasus ijin yang mengganjal usaha Seven Eleven di Indonesia. Sementara para Luddities biasanya meminta kepala daerah atau melalui kampanye calon pemimpin daerah jika terpilih agar melindungi kelangsungan usaha mereka, atau bahkan tidak sedikit dari mereka berusaha menggunakan peraturan penggunaan tanah daerah serta jam operasional untuk menghalangi toko-toko retail modern memasuki wilayah mereka. Namun hal ini sebenarnya sangat disayangkan menurut saya, meskipun itu terasa berpihak pada ‘kapitalis’ atau pemilik modal besar. Justru hal ini akan memperlambat tahapan kemajuan teknologi dalam bisnis ritel, teknologi akan semakin mahal karena akan sangat ekslusif, hal ini dikarenakan hanya toko ritel besar yang memiliki modal terbesarlah yang mampu membeli dan mengaplikasikan teknologi baru ke dalam bisnisnya. Pada akhirnya bukan kemerataan transfer penggunaan teknologi yang akan didapat tapi jurang ketimpangan dan kesenjangan yang semakin jauh tanpa akhir akibat dari perilaku kurang kreatif dan suka menyalahkan pesaing dari para pemilik toko dan warung kecil.

Seperti peristiwa di Eropa, di mana pembatasan masuk untuk mendirikan usaha ritel diterapkan lebih tegas daripada di Amerika Serikat, perekonomian Eropa tidak mengalami munculnya raksasa retail seperti Wal-Mart, hasilnya pertumbuhan produktivitas di sektor retail jauh lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat. Akankah di Indonesia harus mengalami perlambatan produktivitas sektor retail seperti di Eropa di saat geliat pertumbuhan ekonomi dan konsumsi yang semakin meningkat di dalam masyarakat?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar